Inilah kesaksian Gulshan Fatima yang berasal dari Punjab, Pakistan, puteri bungsu dari keluarga Islam Shiah Ortodoks, yakni keluarga Sayed, yang merupakan keturunan langsung Nabi Muhammad.
(Singkat cerita dari Bab 6, Buku "The TORN VEIL")
Di malam hari sesudah anak-anak tidur serta paman dan bibi telah beristirahat di kamarnya, ketika rumah telah menjadi sunyi dan lengang sesudah bunyi azzan berakhir, pada saat-saat seperti itulah, saya cadangkan untuk membaca terjemahan Al Qur’an dalam bahasa Urdu. Bagian-bagian yang saya cari ialah semua yang ada sangkut-pautnya dengan Nabi Isa (Yesus) namun yang kutemui malah membingungkan. Jika Dia seorang penyembuh yang begitu berkuasa, mengapa hanya begitu sedikit yang diceritakan tentang Dia dalam Al Qur’an?
Pada suatu hari saya bertanya, “Bibi, apakah bibi mengetahui sesuatu tentang nabi Isa itu? Bibi memegang ujung syalnya dan menaruhnya melewati pundaknya. Dengan tegas ia berkata seakan-akan mendeklamasikan kata-kata dari suatu pelajaran yang dipelajarinya dengan baik : “Ia adalah satu-satunya nabi dalam Al Qur’an suci yang mencelikkan mata orang buta serta membangkitkan orang mati dan Ia akan datang lagi. Tapi saya tidak tahu di dalam Sura mana hal ini ditulis”. Waktu saya menunjukkan Qur’an bahasa Urdu saya kepadanya, beliau menampik : “Kau seorang terpelajar. Kau dapat membacanya. Tapi kami akan tetap berpegang pada pendapat kami sebagaimana dianjurkan Nabi Muhammad kepada kami”, katanya. Dari sini saya melihat bahwa sebenarnya beliau tidak mau membicarakan tentang hal ini tapi tentunya beliau telah menyebarkan ceritera ini kepada anggota keluarga yang lain sebab Safdar Shah menanyakan kepadaku tentang hal ini dengan satu cara yang bijaksana. Dua kali sebulan dia datang dan tingga! sehari dua untuk mengadakan pemeriksaan terhadap hal-hal pengelolaan rumah serta menjengukku untuk mengetahui bagaimana keadaanku. Kakak perempuanku Anis, tiap bulan berkunjung dan Samina sesering mungkin datang dari Rawalpindi dan akan tinggal beberapa hari lamanya. Tidak ada seorang adik yang mendapai perhatian sedemikian besar tetapi tetap merasa kesepian. Safdar Shah mengambil Al Qur’an berbahasa Urdu dan berkata “Saya merasa gembira karena kau tetap setia dengan agamamu. Gulshan. Apakah kau tidak lagi membacanya dalam bahasa Arab sebagaimana diajarkan ayah kepadamu?”. “Tidak, kakakku saya membaca kedua-duanya secara rutin. Bahasa Arab saya baca dipagi hari dan Urdu dimalam hari. Saya ingin dapat lebih mengerti artinya". la senang mendengar penjelasanku ini. “Bagus, cukup baik bagimu untuk membaca kedua-duanya, tapi jangan sampai kau lupa sehingga tidak lagi membaca yang ditulis dalam bahasa Arab”. Lalu ia meninggalkanku dengan kesan bahwa saya semakin dalam meyakini iman Islam.
“Dengan kehendak Allah saya mencelikkan mata orang buta, menyembuhkan orang sakit kusta dan rnembangkitkan orang mati”. Telah bertahun-tahun lamanya saya membaca Al Qur’an suci dengan setia dan tekun serta bersembahyang dengan teratur, namun lama-kelamaan saya merasa kehilangan akan semua harapan bahwa keadaan saya akan berubah.
Kini bagaimanapun saya mulai percaya mengenai apa yang tertulis mengenai Nabi Isa benar-benar dapat melakukan mujizat. Ia hidup dan la dapat menyembuhkan. “Oh Isa anak Maryam, dalam Al Qur’an suci difirmankan bahwa Engkau telah membangkitkan orang mati dan menyembuhkan orang kusta serta melakukan mujizat-mujizat. Karena itu sembuhkan juga saya, sambil memanjatkan doa ini harapanku menjadi makin kuat. Aneh rasanya selama bertahun-tahun saya melakukan sembahyang, belum pernah saya merasa yakin bahwa saya dapat disembuhkan. Tasbih yang saya bawa dari menunaikan ibadah haji saya ambil dan mengucapkan Bismillah sesudah setiap doa saya menambahkan “Oh Isa, anak Maryam sembuhkanlah saya”. Berangsur-angsur cara berdoaku berubah sampai saya berulang kali berdoa antara waktu-waktu sembahyang dan pada setiap biji tasbih. “Oh Isa anak Maryam sembuhkanlah saya”. Semakin banyak saya berdoa, semakin dekat rasanya saya ditarik kearah pribadi bayangan yang urutannya nomor 2 dalam Al Qur’an dan memiliki kuasa dimana nabi Muhammad sendiri tidak memilikinya. Dimanakah ada tersurat bahwa nabi lain menyembuhkan orang sakitdan membangkitkan orang mati? Jika saja saya dapat membicarakannya dengan seseorang, keluhku, namun tidak seorangpun yang ada. Saya terus berdoa menurut cara ini kepada Nabi Isa sampai akan ada terang yang diberikan padaku.
Sebagaimana biasanya, jam 3 pagi saya sudah terbangun dan duduk ditempat tidur membaca ayat-ayat yang telah kuhafal. Bahkan sambil mengucapkan ayat-ayat itu, hatiku telah menaikkan serangkaian doa “Oh Isa anak Maryam sembuhkanlah saya”. Lalu tiba-tiba saya berhenti dan dengan lantang saya berkata agak keras sebagai cetusan perasaan yang selama ini telah terdorong masuk menembus kedalam pikiranku : “Saya telah melakukan hal ini begita lama tapi aku masih saja lumpuh”. Saya dapat mendengar gerakan-gerakan perlahan dari seseorang yang sedang bangun untuk mempersiapkan air sembahyang subuh. Tidak lama lagi bibi akan masuk menjengukku. Walaupun saya telah mencetuskan pernyataan itu, namun pikirku terpusat pada suatu keadaan yang mendesak pada permasalahanku. Kenapa saya belum juga disembuhkan walaupun saya telah berdoa selama 3 tahun?
“Lihat Engkau hidup di surga dan dalam Al Qur’an di firmankan bahwa Engkau yang telah menyembuhkan orang-orang. Engkau dapat menyembuhkan saya tapi saya masih lumpuh seperti sedia kala”. Kenapa tidak ada jawaban kecuali keheningan yang membatu di dalam kamar yang mengolok¬-olok doaku. Saya menyebut lagi namanya dan dengan putus asa mengadukan masalahku. Masih tidak ada jawaban. Kemudian sambil gemetar menahan sakit saya mengeluh “Jika Engkau sanggup sembuhkanlah saya. Jika tidak katakanlah! Saya tidak akan melanjutkan perjalanan melalui jalan ini lagi!”. Apa yang terjadi berikutnya merupakan sesuatu yang sulit bagiku untuk melukiskan dengan kata-kata. Saya menyadari bahwa seluruh ruangan itu penuh dengan cahaya. Mula-mula saya mengira bahwa mungkin cahaya itu datang dari lampu baca disamping tempat tidurku. Lalu kulihat bahwa cahaya lampu itu malah kabur. Apakah itu sinar fajar? Masih terlalu pagi untuk itu. Cahaya tersebut makin bertambah sinarnya makin terang sehingga melebihi terangnya siang hari. Saya menutup diriku dengan syal. Saya sangat ketakutan. Lalu terpikir olehku jangan-jangan si tukang kebun menyalakan lampu diluar untuk menyoroti pepohonan. Kadang- kadang hal itu dilakukannya dengan maksud mencegah pencuri ketika buah mangga sedang masak atau untuk mengawasi penyiraman dikala sejuknya malam. Saya mengeluarkan wajahku dari syal untuk melihat-lihat. Tapi pintu dan jendela-jendela tertutup rapat, dengan tirai dan alat penutupnya terpasang baik.
Kemudian saya menyadari kehadiran sosok-sosok tubuh yang rnengenakan jubah panjang, berdiri ditengah-tengah cahaya itu beberapa meter jauhnya dari tempat tidurku. Ada 12 sosok tubuh disatu baris namun sosok tubuh ditengah yang ketiga belas lebih besar dan lebih bercahaya dibandingkan dengan yang lainnya. “Ya Allah”, teriakku dan keringat mengalir didahiku. Saya menundukkan kepala dan berdoa : “Ya Allah, siapa gerangan orang-orang ini dan dengan cara bagaimana mereka dapat memasuki kamarku sedangkan semua jendela dan pintu tertutup rapat?".
Tiba-tiba satu suara berkata, “Bangkitlah ! Inilah jalan yang telah engkau cari-cari. Akulah Isa (Yesus) anak Maryam, kepada siapa engkau telah berdoa dan kini Aku berdiri didepanmu.Berdirilah engkau dan datanglah kepadaKu!” Saya mulai menangis “Oh Yesus saya seorang yang lumpuh. Saya tidak dapat berdiri !”
la berkata “Berdirilah dan datanglah kepadaKu ! Akulah Yesus!” Ketika saya masih sangsi, la mengatakannya untuk kedua kalinya. Lalu karena saya masih ragu-ragu la mengatakan untuk ketiga kalinya “Berdirilah!” Dan saya, Gulshan Fatima yang telah lumpuh ditempat tidurku selama 19 tahun, merasakan kekuatan baru mengalir masuk kedalam tungkai-tungkai dan lengan-lenganku yang selama ini tidak berfungsi sama sekali. Saya menaruh kakiku ke lantai dan berdiri. Kemudian saya mengambil beberapa langkah dan jatuh pada kaki dari penglihatan tersebut. Saya sedang mandi didalam cahaya yang sangat murni dan sinarnya sama terangnya dengan gabungan cahaya matahari dan bulan. Cahaya itu mengalir masuk kedalam hatiku dan kedalam pikiranku, lalu banyak hal menjadi jelas bagiku pada saat itu juga.
Yesus menumpangkan tanganNya keatas kepalaku dan saya melihat sebuah lubang ditanganNya dari mana sebuah sinar masuk dan memancar ke pakaianku sehingga bajuku yang berwarna hijau itu sampai menjadi putih. Ia bersabda : “Akulah Yesus, Akulah Immanuel, Akulah jalan, kebenaran dan hidup. Aku hidup dan Aku akan datang segera”. Lihatlah, mulai sekarang apa yang kau lihat harus kau saksikan kepada umatKu. UmatKu adalah umatmu dan engkau harus tetap setia menyaksikannya kepada umatKu. Ia berkata : “Sekarang engkau harus menjaga agar jubah dan tubuhmu ini tidak bernoda. Kemanapun engkau pergi Aku akan menyertaimu dan sejak hari ini hendaklah kau berdoa demikian : “Bapa kami yang ada didalam sorga, dipermuliakanlah namaMu, datanglah kerajaanMu, jadilah kehendakMu dibumi seperti disorga. Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kesalahan-kesalahan kami sebagaimana kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami. Dan janganlah membawa kami kedalam pencobaan tetapi lepaskanlah kami daripada yang jahat, karena Engkaulah yang empunya kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya, amin”. la menyuruh saya mengulang-ulang doa itu sampai benar-benar masuk tenggelam kedalam hati sanubariku. Doa yang indah dan begitu berbeda dengan doa-doa yang telah saya pelajari untuk dipanjatkan sejak masa kanak-kanakku sampai sekarang ini.
Allah dipanggil “Bapa” - itulah satu sebutan yang begitu erat menggenggam dalam-dalam dihatiku yang dapat mengisi kekosongannya. Saya ingin untuk dapat tetap tinggal disana di kaki Yesus, mengucapkan doa dan yang menyebut nama baru bagi Allah, “Bapa kami”. Tetapi Yesus lebih lanjut mengatakan Kepadaku :”Bacalah lebih lanjut dalam Al Qur’an, Aku hidup dan akan segera datang”. Hal ini telah diajarkan kepadaku dan mendengar ini timbul kepercayaan dalam diriku terhadap apa yang saya dengar. Banyak lagi yang dikatakan Yesus, saya begitu penuh dengan sukacita yang tak dapat dilukiskan. Saya melihat tangan dan kakiku sudah ada daging disitu. Tanganku belum sempurna, namun begitu terasa ada kekuatan dan tidak lagi lunglai dan lemah. “Kenapa Engkau tidak menyembuhkan saya sampai sempurna?”, tanyaku. JawabanNya datang dengan penuh kasih : “Aku mau kau menjadi saksiKu”. Sosok-sosok tubuh itu lalu naik dari pandanganku makin lama makin lenyap. Saya berkeinginan agar Yesus tinggal lebih lama lagi lalu saya menangis tersedu-sedu. Kemudian cahaya itu lenyap dan saya tinggal sendirian, berdiri ditengah-tengah kamarku mengenakan jubah putih dan mataku terasa berat karena cahaya yang mempesonakan itu. Sekarang malah cahaya lampu yang ada disisi tempat tidurku rasanya menyakitkan mataku dan alis mataku terasa sangat berat menekan diatasnya. Saya mencari-cari di dalam laci sebuah rak yang diletakkan rapat kedinding. Diatasnya saya rnenemukan sepasang kaca mata hitam yang biasa kupakai di halaman. Saya mengenakannya dan dapat membuka mataku serta melihat lebih enak. Dengan berhati-hati saya menutup laci lalu berpaling dan memandang sekeliling kamarku. Sama saja keadaannya seperti ketika saya baru bangun tidur. Jam masih berdetak diatas meja di samping tempat tidurku menunjukkan waktu hampir jam 4 pagi. Pintu terkunci rapat begitu juga jendela-jendela dengan tirai-tirainya masih tertutup seluruhnya terhadap udara dingin. Bagaimanapun saya belum lagi membayangkan tentang kejadian itu karena buktinya kumiliki di dalam tubuhku. Saya melakukan beberapa langkah lalu beberapa la,gi. Saya berjalan dari dinding ke dinding, keatas dan kebawah lagi.Tidak salah lagi, anggota-anggota tubuhku telah sehat sempurna.
Oh, betapa sukacitanya perasaanku. “Bapa” seruku. “Bapa kami yang disurga”, ini merupakan ungkapan doa yang haru dan indah sekali. Tiba-tiba sebuah ketukan terdengar di pintu. Rupanya bibi. “Gulshan”, katanya dengan tergesa-gesa. “Siapa yang ada di kamarmu berjalan-jaian?” Saya sendiri, bibi”, terdengar suatu teriakan nafas yang pendek lalu bibiku berseru lagi, “Oh, itu tidak mungkin. Tidak bisa terjadi. Bagaimana kau dapat berjalan? Engkau berdusta kepadaku”. “Baiklah, masuklah kemari dan lihatlah sendiri”. Pintu terbuka perlahan-lahan dan dengan penuh ketakutan bibi melangkah masuk ke dalam kamar. Beliau berdiri dengan tubuh menekan ke dinding dalam ketakutan dan tidak percaya, matanva terbelalak dan menatap kewajahku vang justru brseri-seri- “Kau akan jatuh”, katanya, “Saya tidak akan jatuh”, saya tertawa merasakan adanya kuasa dan kekuatan dari kehidupan baru yang menjalan melalui pembuluh – pembuluh darah saya. Bibi itu melangkah perlahan – lahan, tangannya dibentangkan kedepan seperti seorang buta meraba-raba mencari jalannya. la mengangkat lengan bajuku dan melihat tanganku, montok dan sehat seperti keadaannya sekarang. Kemudian beliau meminta saya duduk ditempat tidur memandangan ke arah kakiku yang telah sempurna seperti kakiku yang sebelah lagi.
“Aneh rasanya melihat engkau berdiri. Saya harus membiasakan diri untuk ini”, katanya. Beliau meminta kepadaku untuk menceriterakan bagaimana kejadiannya. Jadi, kuceriterakan kepada bibi dan permulaan tentang ramalan ayah lalu suara di kamarku pada malam kematian ayah.Kemudian saya ceritakan tentang masa 3 tahun membaca tentang Nabi Isa ( Yesus ) di dalam Al Qur’an, diakhiri dengan kemunculanNya padaku dan kesembuhanku. Waktu tiba pada ceritera tentang Yesus yang berkata agar saya menjadi saksinya, bibi menyela dengan berkata : “Tidak ada umat Kristen di Pakistan sini untuk kau pergi menyaksikannya dan kau tidak perlu pergi ke Amreika atau Inggris. Pada waktu orang-orang ini datang meminta makan ataupun uang kepadamu itulah yang menjadi kesaksianmu. Sampai saat itu saya belum lagi mempunyai kontak mengenai tugas yang diamanatkan Yesus kepadaku untuk pergi ke Inggriskah ataupun Amerika. Namun, dengan kata-kataNya yang masih nyata dan tetap: “Apa yang telah engkau lihat dengan matamu sendiri, haruslah engkau saksikan kepada umatKu. UmatKu adalah umatmu.”
(Singkat cerita dari Bab 6, Buku "The TORN VEIL")
Di malam hari sesudah anak-anak tidur serta paman dan bibi telah beristirahat di kamarnya, ketika rumah telah menjadi sunyi dan lengang sesudah bunyi azzan berakhir, pada saat-saat seperti itulah, saya cadangkan untuk membaca terjemahan Al Qur’an dalam bahasa Urdu. Bagian-bagian yang saya cari ialah semua yang ada sangkut-pautnya dengan Nabi Isa (Yesus) namun yang kutemui malah membingungkan. Jika Dia seorang penyembuh yang begitu berkuasa, mengapa hanya begitu sedikit yang diceritakan tentang Dia dalam Al Qur’an?
Pada suatu hari saya bertanya, “Bibi, apakah bibi mengetahui sesuatu tentang nabi Isa itu? Bibi memegang ujung syalnya dan menaruhnya melewati pundaknya. Dengan tegas ia berkata seakan-akan mendeklamasikan kata-kata dari suatu pelajaran yang dipelajarinya dengan baik : “Ia adalah satu-satunya nabi dalam Al Qur’an suci yang mencelikkan mata orang buta serta membangkitkan orang mati dan Ia akan datang lagi. Tapi saya tidak tahu di dalam Sura mana hal ini ditulis”. Waktu saya menunjukkan Qur’an bahasa Urdu saya kepadanya, beliau menampik : “Kau seorang terpelajar. Kau dapat membacanya. Tapi kami akan tetap berpegang pada pendapat kami sebagaimana dianjurkan Nabi Muhammad kepada kami”, katanya. Dari sini saya melihat bahwa sebenarnya beliau tidak mau membicarakan tentang hal ini tapi tentunya beliau telah menyebarkan ceritera ini kepada anggota keluarga yang lain sebab Safdar Shah menanyakan kepadaku tentang hal ini dengan satu cara yang bijaksana. Dua kali sebulan dia datang dan tingga! sehari dua untuk mengadakan pemeriksaan terhadap hal-hal pengelolaan rumah serta menjengukku untuk mengetahui bagaimana keadaanku. Kakak perempuanku Anis, tiap bulan berkunjung dan Samina sesering mungkin datang dari Rawalpindi dan akan tinggal beberapa hari lamanya. Tidak ada seorang adik yang mendapai perhatian sedemikian besar tetapi tetap merasa kesepian. Safdar Shah mengambil Al Qur’an berbahasa Urdu dan berkata “Saya merasa gembira karena kau tetap setia dengan agamamu. Gulshan. Apakah kau tidak lagi membacanya dalam bahasa Arab sebagaimana diajarkan ayah kepadamu?”. “Tidak, kakakku saya membaca kedua-duanya secara rutin. Bahasa Arab saya baca dipagi hari dan Urdu dimalam hari. Saya ingin dapat lebih mengerti artinya". la senang mendengar penjelasanku ini. “Bagus, cukup baik bagimu untuk membaca kedua-duanya, tapi jangan sampai kau lupa sehingga tidak lagi membaca yang ditulis dalam bahasa Arab”. Lalu ia meninggalkanku dengan kesan bahwa saya semakin dalam meyakini iman Islam.
“Dengan kehendak Allah saya mencelikkan mata orang buta, menyembuhkan orang sakit kusta dan rnembangkitkan orang mati”. Telah bertahun-tahun lamanya saya membaca Al Qur’an suci dengan setia dan tekun serta bersembahyang dengan teratur, namun lama-kelamaan saya merasa kehilangan akan semua harapan bahwa keadaan saya akan berubah.
Kini bagaimanapun saya mulai percaya mengenai apa yang tertulis mengenai Nabi Isa benar-benar dapat melakukan mujizat. Ia hidup dan la dapat menyembuhkan. “Oh Isa anak Maryam, dalam Al Qur’an suci difirmankan bahwa Engkau telah membangkitkan orang mati dan menyembuhkan orang kusta serta melakukan mujizat-mujizat. Karena itu sembuhkan juga saya, sambil memanjatkan doa ini harapanku menjadi makin kuat. Aneh rasanya selama bertahun-tahun saya melakukan sembahyang, belum pernah saya merasa yakin bahwa saya dapat disembuhkan. Tasbih yang saya bawa dari menunaikan ibadah haji saya ambil dan mengucapkan Bismillah sesudah setiap doa saya menambahkan “Oh Isa, anak Maryam sembuhkanlah saya”. Berangsur-angsur cara berdoaku berubah sampai saya berulang kali berdoa antara waktu-waktu sembahyang dan pada setiap biji tasbih. “Oh Isa anak Maryam sembuhkanlah saya”. Semakin banyak saya berdoa, semakin dekat rasanya saya ditarik kearah pribadi bayangan yang urutannya nomor 2 dalam Al Qur’an dan memiliki kuasa dimana nabi Muhammad sendiri tidak memilikinya. Dimanakah ada tersurat bahwa nabi lain menyembuhkan orang sakitdan membangkitkan orang mati? Jika saja saya dapat membicarakannya dengan seseorang, keluhku, namun tidak seorangpun yang ada. Saya terus berdoa menurut cara ini kepada Nabi Isa sampai akan ada terang yang diberikan padaku.
Sebagaimana biasanya, jam 3 pagi saya sudah terbangun dan duduk ditempat tidur membaca ayat-ayat yang telah kuhafal. Bahkan sambil mengucapkan ayat-ayat itu, hatiku telah menaikkan serangkaian doa “Oh Isa anak Maryam sembuhkanlah saya”. Lalu tiba-tiba saya berhenti dan dengan lantang saya berkata agak keras sebagai cetusan perasaan yang selama ini telah terdorong masuk menembus kedalam pikiranku : “Saya telah melakukan hal ini begita lama tapi aku masih saja lumpuh”. Saya dapat mendengar gerakan-gerakan perlahan dari seseorang yang sedang bangun untuk mempersiapkan air sembahyang subuh. Tidak lama lagi bibi akan masuk menjengukku. Walaupun saya telah mencetuskan pernyataan itu, namun pikirku terpusat pada suatu keadaan yang mendesak pada permasalahanku. Kenapa saya belum juga disembuhkan walaupun saya telah berdoa selama 3 tahun?
“Lihat Engkau hidup di surga dan dalam Al Qur’an di firmankan bahwa Engkau yang telah menyembuhkan orang-orang. Engkau dapat menyembuhkan saya tapi saya masih lumpuh seperti sedia kala”. Kenapa tidak ada jawaban kecuali keheningan yang membatu di dalam kamar yang mengolok¬-olok doaku. Saya menyebut lagi namanya dan dengan putus asa mengadukan masalahku. Masih tidak ada jawaban. Kemudian sambil gemetar menahan sakit saya mengeluh “Jika Engkau sanggup sembuhkanlah saya. Jika tidak katakanlah! Saya tidak akan melanjutkan perjalanan melalui jalan ini lagi!”. Apa yang terjadi berikutnya merupakan sesuatu yang sulit bagiku untuk melukiskan dengan kata-kata. Saya menyadari bahwa seluruh ruangan itu penuh dengan cahaya. Mula-mula saya mengira bahwa mungkin cahaya itu datang dari lampu baca disamping tempat tidurku. Lalu kulihat bahwa cahaya lampu itu malah kabur. Apakah itu sinar fajar? Masih terlalu pagi untuk itu. Cahaya tersebut makin bertambah sinarnya makin terang sehingga melebihi terangnya siang hari. Saya menutup diriku dengan syal. Saya sangat ketakutan. Lalu terpikir olehku jangan-jangan si tukang kebun menyalakan lampu diluar untuk menyoroti pepohonan. Kadang- kadang hal itu dilakukannya dengan maksud mencegah pencuri ketika buah mangga sedang masak atau untuk mengawasi penyiraman dikala sejuknya malam. Saya mengeluarkan wajahku dari syal untuk melihat-lihat. Tapi pintu dan jendela-jendela tertutup rapat, dengan tirai dan alat penutupnya terpasang baik.
Kemudian saya menyadari kehadiran sosok-sosok tubuh yang rnengenakan jubah panjang, berdiri ditengah-tengah cahaya itu beberapa meter jauhnya dari tempat tidurku. Ada 12 sosok tubuh disatu baris namun sosok tubuh ditengah yang ketiga belas lebih besar dan lebih bercahaya dibandingkan dengan yang lainnya. “Ya Allah”, teriakku dan keringat mengalir didahiku. Saya menundukkan kepala dan berdoa : “Ya Allah, siapa gerangan orang-orang ini dan dengan cara bagaimana mereka dapat memasuki kamarku sedangkan semua jendela dan pintu tertutup rapat?".
Tiba-tiba satu suara berkata, “Bangkitlah ! Inilah jalan yang telah engkau cari-cari. Akulah Isa (Yesus) anak Maryam, kepada siapa engkau telah berdoa dan kini Aku berdiri didepanmu.Berdirilah engkau dan datanglah kepadaKu!” Saya mulai menangis “Oh Yesus saya seorang yang lumpuh. Saya tidak dapat berdiri !”
la berkata “Berdirilah dan datanglah kepadaKu ! Akulah Yesus!” Ketika saya masih sangsi, la mengatakannya untuk kedua kalinya. Lalu karena saya masih ragu-ragu la mengatakan untuk ketiga kalinya “Berdirilah!” Dan saya, Gulshan Fatima yang telah lumpuh ditempat tidurku selama 19 tahun, merasakan kekuatan baru mengalir masuk kedalam tungkai-tungkai dan lengan-lenganku yang selama ini tidak berfungsi sama sekali. Saya menaruh kakiku ke lantai dan berdiri. Kemudian saya mengambil beberapa langkah dan jatuh pada kaki dari penglihatan tersebut. Saya sedang mandi didalam cahaya yang sangat murni dan sinarnya sama terangnya dengan gabungan cahaya matahari dan bulan. Cahaya itu mengalir masuk kedalam hatiku dan kedalam pikiranku, lalu banyak hal menjadi jelas bagiku pada saat itu juga.
Yesus menumpangkan tanganNya keatas kepalaku dan saya melihat sebuah lubang ditanganNya dari mana sebuah sinar masuk dan memancar ke pakaianku sehingga bajuku yang berwarna hijau itu sampai menjadi putih. Ia bersabda : “Akulah Yesus, Akulah Immanuel, Akulah jalan, kebenaran dan hidup. Aku hidup dan Aku akan datang segera”. Lihatlah, mulai sekarang apa yang kau lihat harus kau saksikan kepada umatKu. UmatKu adalah umatmu dan engkau harus tetap setia menyaksikannya kepada umatKu. Ia berkata : “Sekarang engkau harus menjaga agar jubah dan tubuhmu ini tidak bernoda. Kemanapun engkau pergi Aku akan menyertaimu dan sejak hari ini hendaklah kau berdoa demikian : “Bapa kami yang ada didalam sorga, dipermuliakanlah namaMu, datanglah kerajaanMu, jadilah kehendakMu dibumi seperti disorga. Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kesalahan-kesalahan kami sebagaimana kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami. Dan janganlah membawa kami kedalam pencobaan tetapi lepaskanlah kami daripada yang jahat, karena Engkaulah yang empunya kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya, amin”. la menyuruh saya mengulang-ulang doa itu sampai benar-benar masuk tenggelam kedalam hati sanubariku. Doa yang indah dan begitu berbeda dengan doa-doa yang telah saya pelajari untuk dipanjatkan sejak masa kanak-kanakku sampai sekarang ini.
Allah dipanggil “Bapa” - itulah satu sebutan yang begitu erat menggenggam dalam-dalam dihatiku yang dapat mengisi kekosongannya. Saya ingin untuk dapat tetap tinggal disana di kaki Yesus, mengucapkan doa dan yang menyebut nama baru bagi Allah, “Bapa kami”. Tetapi Yesus lebih lanjut mengatakan Kepadaku :”Bacalah lebih lanjut dalam Al Qur’an, Aku hidup dan akan segera datang”. Hal ini telah diajarkan kepadaku dan mendengar ini timbul kepercayaan dalam diriku terhadap apa yang saya dengar. Banyak lagi yang dikatakan Yesus, saya begitu penuh dengan sukacita yang tak dapat dilukiskan. Saya melihat tangan dan kakiku sudah ada daging disitu. Tanganku belum sempurna, namun begitu terasa ada kekuatan dan tidak lagi lunglai dan lemah. “Kenapa Engkau tidak menyembuhkan saya sampai sempurna?”, tanyaku. JawabanNya datang dengan penuh kasih : “Aku mau kau menjadi saksiKu”. Sosok-sosok tubuh itu lalu naik dari pandanganku makin lama makin lenyap. Saya berkeinginan agar Yesus tinggal lebih lama lagi lalu saya menangis tersedu-sedu. Kemudian cahaya itu lenyap dan saya tinggal sendirian, berdiri ditengah-tengah kamarku mengenakan jubah putih dan mataku terasa berat karena cahaya yang mempesonakan itu. Sekarang malah cahaya lampu yang ada disisi tempat tidurku rasanya menyakitkan mataku dan alis mataku terasa sangat berat menekan diatasnya. Saya mencari-cari di dalam laci sebuah rak yang diletakkan rapat kedinding. Diatasnya saya rnenemukan sepasang kaca mata hitam yang biasa kupakai di halaman. Saya mengenakannya dan dapat membuka mataku serta melihat lebih enak. Dengan berhati-hati saya menutup laci lalu berpaling dan memandang sekeliling kamarku. Sama saja keadaannya seperti ketika saya baru bangun tidur. Jam masih berdetak diatas meja di samping tempat tidurku menunjukkan waktu hampir jam 4 pagi. Pintu terkunci rapat begitu juga jendela-jendela dengan tirai-tirainya masih tertutup seluruhnya terhadap udara dingin. Bagaimanapun saya belum lagi membayangkan tentang kejadian itu karena buktinya kumiliki di dalam tubuhku. Saya melakukan beberapa langkah lalu beberapa la,gi. Saya berjalan dari dinding ke dinding, keatas dan kebawah lagi.Tidak salah lagi, anggota-anggota tubuhku telah sehat sempurna.
Oh, betapa sukacitanya perasaanku. “Bapa” seruku. “Bapa kami yang disurga”, ini merupakan ungkapan doa yang haru dan indah sekali. Tiba-tiba sebuah ketukan terdengar di pintu. Rupanya bibi. “Gulshan”, katanya dengan tergesa-gesa. “Siapa yang ada di kamarmu berjalan-jaian?” Saya sendiri, bibi”, terdengar suatu teriakan nafas yang pendek lalu bibiku berseru lagi, “Oh, itu tidak mungkin. Tidak bisa terjadi. Bagaimana kau dapat berjalan? Engkau berdusta kepadaku”. “Baiklah, masuklah kemari dan lihatlah sendiri”. Pintu terbuka perlahan-lahan dan dengan penuh ketakutan bibi melangkah masuk ke dalam kamar. Beliau berdiri dengan tubuh menekan ke dinding dalam ketakutan dan tidak percaya, matanva terbelalak dan menatap kewajahku vang justru brseri-seri- “Kau akan jatuh”, katanya, “Saya tidak akan jatuh”, saya tertawa merasakan adanya kuasa dan kekuatan dari kehidupan baru yang menjalan melalui pembuluh – pembuluh darah saya. Bibi itu melangkah perlahan – lahan, tangannya dibentangkan kedepan seperti seorang buta meraba-raba mencari jalannya. la mengangkat lengan bajuku dan melihat tanganku, montok dan sehat seperti keadaannya sekarang. Kemudian beliau meminta saya duduk ditempat tidur memandangan ke arah kakiku yang telah sempurna seperti kakiku yang sebelah lagi.
“Aneh rasanya melihat engkau berdiri. Saya harus membiasakan diri untuk ini”, katanya. Beliau meminta kepadaku untuk menceriterakan bagaimana kejadiannya. Jadi, kuceriterakan kepada bibi dan permulaan tentang ramalan ayah lalu suara di kamarku pada malam kematian ayah.Kemudian saya ceritakan tentang masa 3 tahun membaca tentang Nabi Isa ( Yesus ) di dalam Al Qur’an, diakhiri dengan kemunculanNya padaku dan kesembuhanku. Waktu tiba pada ceritera tentang Yesus yang berkata agar saya menjadi saksinya, bibi menyela dengan berkata : “Tidak ada umat Kristen di Pakistan sini untuk kau pergi menyaksikannya dan kau tidak perlu pergi ke Amreika atau Inggris. Pada waktu orang-orang ini datang meminta makan ataupun uang kepadamu itulah yang menjadi kesaksianmu. Sampai saat itu saya belum lagi mempunyai kontak mengenai tugas yang diamanatkan Yesus kepadaku untuk pergi ke Inggriskah ataupun Amerika. Namun, dengan kata-kataNya yang masih nyata dan tetap: “Apa yang telah engkau lihat dengan matamu sendiri, haruslah engkau saksikan kepada umatKu. UmatKu adalah umatmu.”